Ahad, 21 Jun 2015

sahur

Maksud 50 Ayat


Pertanyaan : Apa maksud jarak pembacaan 50 ayat terkait permasalahan selesainya sahur ?. Apakah ia jarak antara selesai makan sahur dengan adzan ataukah bagaimana ?. Dapatkan ia dijadikan dalil sebagai pensyari’atan waktu imsak ?.
Jawab : Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasuulillah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah, wa ba’d:
Hadits yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka aku (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : “Kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Bacaan 50 ayat tersebut adalah bacaan yang pertengahan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Dalam riwayat lain:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
Dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsaabit pernah makan sahur. Ketika mereka berdua selesai dari makan sahurnya, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk melakukan shalat Shubuh, lalu kemudian shalat. Kami (perawi) berkata kepada Anas : “Berapa jarak antara selesainya mereka berdua makan sahur dengan masuknya mereka berdua ke dalam shalat?” Anasradliyallaahu ‘anhu menjawab : “Kira-kira waktu seseorang membaca Al-Qur`an sebanyak lima puluh ayat” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 576 & 1134].
Dalam riwayat lain:
عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجْنَا إِلَى الْمَسْجِدِ، فَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: " قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً "
Dari Anas, dari Zaid bin Tsaabit, ia berkata : “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kami keluar menuju masjid, kemudian dikumandangkanlah iqamat. Aku (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antarakeduanya?”. Ia (Zaid) menjawab : “Kira-kira waktu seseorang membaca Al-Qur`an sebanyak lima puluh ayat” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/182; shahih].
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan bacaan 50 ayat adalah waktu antara selesai makan sahur dengan dikumandangkannya iqamat, bukandikumandangkannya adzan. Dalam hal ini, iqamat disebut juga dengan adzan, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثَلَاثًا لِمَنْ شَاءَ
Diantara dua adzan[1] ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624].
Adapun waktu antara adzan dan iqamat sendiri secara umum adalah seukuran waktu mengumpulkan orang-orang datang untuk shalat berjama’ah[2] dan kemudian melakukan ibadah-ibadah sunnah ringan sebelum shalat wajib[3] seperti shalat sunnah (shalat tahiyyatul-masjid[4] dan/atau shalat sunnah rawatib) dan berdoa[5].
Oleh karena itu, dapat dipahami waktu selesai makan sahur dengan waktu adzan Shubuh adalah berturutan. Tidak ada jeda imsak untuk berhenti makan minum 10-20 menit sebelum adzan Shubuh dikumandangkan seperti kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Mereka katakan, setelah tiba waktu imsak, makruh hukumnya makan dan minum. Perkataan ini jelas tidak benar, karena waktu 10 menit sebelum fajar masih termasuk waktu-waktu utama untuk mengakhirkan makan sahur.
Dalam riwayat Anas di atas dapat diketahui bahwa ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan makan sahur dan beranjak pergi ke masjid, maka tidak lama kemudian shalat pun ditegakkan (dikumandangkan iqamah). Begitu juga kebiasaan sebagian salaf yang mengakhirkan makan sahur. Bahkan kadang ketika telah selesai makan sahur dan tiba di masjid, adzan atau iqamat telah dikumandangkan.
عَنْ أَبِيْ الطُّفَيْلِ أَنَّهُ تَسَحَّرَ فِي أَهْلِهِ فِي الْجَبَّانَةِ، ثُمَّ جَاءَ إلَى حُذَيْفَةَ وَهُوَ فِي دَارِ الْحَارِثِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، فَوَجَدَهُ: فَحَلَبَ لَهُ نَاقَةً فَنَاوَلَهُ، فقَالَ: إنِّي أُرِيدُ الصَّوْمَ، فقَالَ: وَأَنَا أُرِيدُ الصَّوْمَ فَشَرِبَ حُذَيْفَةُ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَدَفَعَ إلَى الْمَسْجِدِ حِينَ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ
Dari Abuth-Thufail : Bahwasannya ia pernah sahur bersama keluarganya di Al-Jabbaanah. Kemudian ia mendatangi Hudzaifah yang waktu itu berada di rumah Al-Haarits bin Rabii’ah. Ia pun mendapatinya, lalu diperaskan untuknya susu onta betina, dan diberikan kepadanya. Abuth-Thufail berkata : “Sesungguhnya aku berniat akan berpuasa”. Hudzaifah berkata : “Aku pun berniat akan berpuasa”. Kemudian Hudzaifah meminumnya dan ia (Abuth-Thufail) mengambilnya dengan tangannya (ikut minum). Lalu mereka pun berjalan menuju masjid ketika shalat telah ditegakkan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9028; sanadnya hasan].
عَنْ عَامِرِ بْنِ مَطَرٍ، قَالَ: أَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ فِي دَارِهِ فَأَخْرَجَ لَنَا فَضْلَ سُحُورِهِ فَتَسَحَّرْنَا مَعَهُ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَخَرَجْنَا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ
Dari ‘Aamir bin Mathar, ia berkata : “Aku mendatangi ‘Abdullah (bin Mas’uud) di rumahnya, lalu ia menyuguhi kami kelebihan makan sahurnya, lalu kami pun sahur bersamanya. Setelah itu shalat diiqamati, maka kami pun keluar dan shalat bersamanya” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9024; sanadnya hasan].
Ini menunjukkan salaf tidak mengenal waktu ‘imsak’ ala Indonesia.
Kesimpulannya, maksud kadar waktu pembacaan 50 ayat adalah kadar antara selesainya makan sahur dengan iqamat; dan tidak ada dalil dalam hadits ini pensyari’atan waktu imsak seperti dipraktekkan masyarakat umum.
Wallaahu a’lam, semoga dapat menjawab apa yang ditanyakan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 2 Ramadlan 1436/18062015 – 23:33].

Rabu, 3 Jun 2015

kawan

Mempunyai sahabat yang “sekepala” sememangnya menyeronokkan. Apatah lagi kawan yang banyak persamaan dengan kita dalam pelbagai perkara. Namun, sebenarnya bukan kawan yang “sekepala” saja yang kita perlukan dalam hidup.

Menurut pakar psikologi dan perunding perhubungan bebas, Cherie Burbach dari Amerika Syarikat, ada lima jenis kawan dengan ciri tersendiri yang kita perlukan dalam kehidupan. 

Lima jenis kawan ini dapat membuatkan kita berasa positif tentang kehidupan dan membantu kita menjadi seorang individu yang lebih baik.



Malah mereka juga boleh membuatkan kehidupan menjadi lebih menarik, pemikiran menjadi luas juga membantu kita memahami dan mengharungi waktu sukar. Senang kata dunia menjadi lebih relevan dan indah bila berkawan dengan mereka.

Si Penghubung
Kawan yang aktif bersosial sesama rakan, sering bertanya khabar dan tidak ego untuk berhubung sangat diperlukan supaya kita tidak selalu rasa bersendirian. Mereka ini bagaikan bunga api dalam persahabatan yang menceriakan suasana. Si penghubung juga sering memperkenalkan kawan mereka kepada kita dan rangkaian kenalan kita pun menjadi semakin meluas dan ia bagus untuk hubungan kita sesama rakan dan mungkin juga baik untuk kemajuan karier.

Namun, jangan selalu mengharapkan mereka saja, kita juga perlu usaha bersama dalam mengukuhkan jalinan silaturahim itu.

Berpandangan berbeza
Pasti bosan jika kita mempunyai kawan yang pemikiran dan pandangannya sama saja seperti kita. Seorang rakan yang mempunyai pandangan berbeza dalam kehidupan membolehkan kita melihat sisi lain dalam sesuatu perkara itu. Mereka membuka mata dan minda kita mengenai banyak perkara atau isu yang kita tidak pernah terfikir sebelum ini. 

Mereka juga meluaskan perspektif kehidupan kita dan memberi kita anjakan untuk berfikir dengan lebih mendalam lagi dalam banyak hal. Bersetuju atau tidak itu tidak penting, apa yang penting adalah kita menerima mereka seadanya dan belajar sesuatu yang lain sesama sendiri.

Kawan dekat
Di zaman teknologi hebat ini memang kita masih boleh berhubung dengan rakan walaupun dia ratusan batu jauhnya. Namun sebagai manusia biasa terutama yang masih bujang, kita masih memerlukan kawan yang kita boleh berjumpa dan berinteraksi secara peribadi.

Bila dalam kesenangan kita tidak lupakan mereka dan bila mengalami kesusahan boleh kita meminta bantuan mereka untuk ada di sisi kita. Jika dijaga persahabatan ini pasti berkekalan lama.

Si sempoi
Seorang kawan yang “sempoi” memahami apabila kita berlawak bodoh dengan mereka begitu juga sebaliknya. Mereka tidak cepat kecil hati dan kita juga tidak mudah terasa dengannya. Mereka boleh dibawa bergurau dan sering membuat kita ketawa. 

Merekalah yang kita berhubung jika kita tertekan dan ingin melupakan seketika masalah yang membelenggu diri untuk kita terus ceria.

Positif dan matang
Ada bezanya kawan positif dengan berpura-pura. Kawan yang semula jadi positif dan matang mempunyai pandangan yang seimbang tentang baik dan buruk. Mereka realistik dan memberi nasihat yang tidak hanya untuk menyedapkan hati dan rasa kita namun dia bercakap benar tanpa mengguris perasaan kita.

Kawan begini sabar mendengar masalah dan keraguan kita dan sering menyuruh kita berfikir positif malah memberikan semangat berterusan untuk kita. Cubalah mencontohi mereka tentunya kita juga lebih positif dan matang dalam kehidupan.
mymetro