Sabtu, 28 November 2015

Kata "taquuluun"


3. Sholat Nabi Muhammad:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu SHOLAT, sedang kamu dalam keadaan SUKAROO (akalnya tertutupi), sehingga kamu mengerti apa yang kamu bicarakan (TAQUULUUN), …..QS An-Nisaa (4):43.

Kata "taquuluun" telah disebutkan dalam ayat ini, yang dalam tata bahasa Arab dalam bentuk orang jamak lelaki ke-2, dari akar kata (qof- wau-lam), dan digunakan untuk aktifitas berbicara sehari-hari.
Agar diperhatikan bahwa berbicara tidak diperbolehkan selama ritual “sholat”.
Dan Allah tidak menggunakan kata "taq-ra-uun" ataupun "tat-luun" yang menekankan adanya aktifitas membaca atau melagukan bacaan ayat Al-Quran.
Selain dari itu, kata "Tasma'oon" tidak ada di sini, jadi tidak ada penekanan adanya aktifitas membaca di satu pihak dan mendengarkan secara pasif di pihak lainnya.

Ahad, 25 Oktober 2015

Berkabung Dari Kematian

Berkabung Dari Kematian

AL-HADAAD (BERKABUNG)

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi


Manakala musibah ini menimpa, banyak orang mengungkapkan perasaan berkabungnya dengan berbagai cara. Di antaranya, ada yang berkabung dengan menaikkan bendera setengah tiang karena wafatnya seorang pemimpin atau tokoh besar. Atau kaum laki-laki berkabung atas kematian salah seorang keluarga atau kerabatnya. Ada yang mengungkapkannya dengan mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka. Bagaimanakah dengan Islam?

Islam telah menetapkan, bahwa berkabung hanyalah untuk wanita jika suaminya atau salah satu keluarganya meninggal dunia, dengan cara-cara yang telah ditetapkan syari’at. 

MAKNA BERKABUNG DALAM ISLAM
Berkabung, dalam bahasa Arabnya adalah al hadaad ( الْحَدَادُ ). Maknanya, tidak mengenakan perhiasan baik berupa pakaian yang menarik, minyak wangi atau lainnya yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya [1]. Pendapat lain menyatakan, al hadaad adalah sikap wanita yang tidak mengenakan segala sesuatu yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya seperti minyak wangi, celak mata dan pakaian yang menarik dan tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, setelah kematian suaminya[2]

JENIS BERKABUNG
Al hadaad, terbagi menjadi dua. Pertama, berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari. Kedua, berkabung dari kematian salah satu anggota keluarganya, selain suami selama tiga hari.

Pembagian ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salllam : 

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم

"Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya" [3] 

Dan dalam riwayat Bukhari terdapat tambahan lafazh :

فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

"Maka ia berkabung atas hal tersebut selama empat bulan sepuluh hari"[4]

HUKUM BERKABUNG ATAS KEMATIAN SUAMI
Ulama ahlu sunnah sepakat, kecuali Al Hasan Al Bashri, Al Hakam bin Utaibah dan Asy Sya’bi, menyatakan bahwa hukum berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari adalah wajib. 

Allah berfirman: 

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ 

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" [Al Baqarah:234].

Dari Zainab bintu Abu Salamah, beliau berkata :

سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تَقُولُ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنَتِي تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا وَقَدْ اشْتَكَتْ عَيْنَهَا أَفَتَكْحُلُهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هِيَ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ وَقَدْ كَانَتْ إِحْدَاكُنَّ فِي الْجَاهِلِيَّةِ تَرْمِي بِالْبَعْرَةِ عَلَى رَأْسِ الْحَوْلِ 

"Aku telah mendengar Ummu Salamah berkata: “Seorang wanita datang menemui Rasulullah dan berkata,’Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya putriku ditinggal mati suaminya, dan ia mengeluhkan sakit pada matanya. Apakah ia boleh mengenakan celak mata?’.” Lalu Rasulullah menjawab “Tidak!” sebanyak dua atau tiga kali, semuanya dengan kata tidak. Kemudian Rasulullah berkata: “Itu harus empat bulan sepuluh hari, dan dahulu, salah seorang dari kalian pada zaman jahiliyah membuang kotoran binatang pada akhir tahun.”[5]

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم

"Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya.[6]

Perkataan Ulama Dalam Hal Ini :
Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: Kami tidak mengetahui perbedaan pendapat di antara para ulama tentang kewajiban Al hadaad (berkabung) atas wanita yang suaminya meninggal kecuali dari Al Hasan, beliau menyatakan tidak wajib. Namun pendapat ini adalah pendapat yang syadz (aneh, menyelisihi) pendapat para ulama dan menyelisihi sunnah sehingga pendapat tersebut tidak signifikan.[7]

Ibnu Al Qayyim (wafat tahun 751H) berkata : Umat telah berijma’ tentang kewajiban Ahdaad bagi wanita yag ditinggal mati suaminya, kecuali yang diriwayatkan dari Al Hasan dan Al Hakam bin Utaibah.[8]

HUKUM BERKABUNG ATAS KEMATIAN SALAH SATU KELUARGA SELAIN SUAMI
Bekabung atas kematian salah seorang kerabat atau keluarga selain suami diperbolehkan selama tiga hari saja dan tidak boleh lebih. Walaupun diperbolehkan, namun bila suami mengajak berhubungan intim, maka wanita tersebut tidak boleh menolaknya.

Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H) menegaskan: Syari’at memperbolehkan seorang wanita untuk berkabung atas kematian selain suaminya selama tiga hari, karena kesedihan yang mendalam dan penderitaan yang mendera karena kematian orang tersebut. Hal itu tidak wajib menurut kesepakatan para ulama. Namun seandainya suami mengajaknya berhubungan intim (jima’) maka ia tidak boleh menolaknya.[9]

Ibnu Hazm (wafat tahun 456 H) menyatakan: Seandainya seorang wanita berkabung selama tiga hari atas kematian bapak, saudara, anak, ibu atau kerabat lainnya, maka hal itu mubah.[10]

Ibnu Al Qayyim (wafat tahun 751 H) juga menyatakan: Berkabung atas kematian suami hukumnya wajib dan atas kematian selainnya boleh saja.[11]

SYARAT-SYARAT DIWAJIBKANNYA AL-HADAAD [12]
1). Wanita tersebut berakal dan baligh. Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang baligh dan berakal diwajibkan melewati masa al hadaad. Namun mereka masih berselisih pendapat tentang wanita yang belum memasuki masa baligh atau gila. Pendapat yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama yang mewajibkannya
2). Beragama Islam. Syarat ini juga telah disepakati para ulama. Perbedaan pendapat terjadi pada wanita ahli kitab apakah dikenakan kewajiban ini atau tidak ? Pendapat yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan hal itu diwajibkan atas wanita ahli kitab yang menikah dengan muslim, lalu suaminya meninggal dunia.
3). Menikah dengan akad yang shahih.

MASA WAKTU BERKABUNG DAN CARA MENGHITUNG HARINYA
Masa berkabung bagi wanita adalah empat bulan sepuluh hari. Ini berlaku pada semua wanita, kecuali yang hamil. Wanita hamil yang ditinggal mati suaminya, berkabung sampai melahirkan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya" [Ath Thalaaq : 4]

Juga hadits Subai’ah yang berbunyi:

كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ الزُّهْرِيِّ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سُبَيْعَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَ سَعْدِ بْنِ خَوْلَةَ وَهُوَ فِي بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ وَكَانَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا فَتُوُفِّيَ عَنْهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَهِيَ حَامِلٌ فَلَمْ تَنْشَبْ أَنْ وَضَعَتْ حَمْلَهَا بَعْدَ وَفَاتِهِ فَلَمَّا تَعَلَّتْ مِنْ نِفَاسِهَا تَجَمَّلَتْ لِلْخُطَّابِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ فَقَالَ لَهَا مَا لِي أَرَاكِ مُتَجَمِّلَةً لَعَلَّكِ تَرْجِينَ النِّكَاحَ إِنَّكِ وَاللَّهِ مَا أَنْتِ بِنَاكِحٍ حَتَّى تَمُرَّ عَلَيْكِ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ قَالَتْ سُبَيْعَةُ فَلَمَّا قَالَ لِي ذَلِكَ جَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي حِينَ أَمْسَيْتُ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَأَفْتَانِي بِأَنِّي قَدْ حَلَلْتُ حِينَ وَضَعْتُ حَمْلِي وَأَمَرَنِي بِالتَّزَوُّجِ إِنْ بَدَا لِي 

"Umar bin Abdillah bin Al Arqam Az Zuhri menulis surat kepada Abdullah bin ‘Utbah memberitahukan kepadanya, bahwa Subai’ah telah menceritakan kepadanya bahwa ia (Subai’ah) adalah istri Sa’ad bin Khaulah yang berasal dari Bani ‘Amir bin Lu’ai dan dia ini termasuk orang yang ikut perang Badr. Lalu Sa’ad meninggal dunia pada haji wada’ sedangkan Subai’ah dalam keadaan hamil. Tidak lama kemudian setelah suaminya wafat, ia melahirkan. Ketika selesai nifasnya, maka Subai’ah berhias untuk dinikahi. Abu Sanaabil bin Ba’kak seorang dari Bani Abduddar menemuinya sembari berkata: “Mengapa saya lihat kamu berhias, tampaknya kamu ingin menikah? Tidak demi Allah! Kamu tidak boleh menikah sampai selesai empat bulan sepuluh hari.” Subai’ah berkata: “Ketika ia bicara demikian kepadaku, maka aku memakai pakaianku pada sore harinya, lalu aku mendatangi Rasulullah dan menanyakan hal tersebut. Kemudian Rasulullah memberikan fatwa kepadaku, bahwa aku telah halal dengan melahirkan dan memerintahkanku menikah bila kuinginkan.”[13]

Oleh karena itu Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: ‘Adapun orang yang hamil, jika telah melahirkan, maka gugurlah kewajiban berkabungnya tersebut menurut kesepakatan mereka (para ulama), sehingga ia boleh menikah, berhias dan memakai wangi-wangian untuk suaminya (yang baru) dan berhias sesukanya.[14]

Sedangkan Ibnu Hajar menyatakan: Mayoritas ulama dari para salaf dan imam fatwa di berbagai egeri berpendapat bahwa orang yang hamil jika wafat suaminya menjadi halal (boleh menikah) dan selesai masa iddahnya dengan melahirkan.[15]

Masa berkabung ini dimulai dari hari kematian suami, walaupun berita kematiannya terlambat ia dengar. Demikianlah pendapat mayoritas para sahabat, para imam empat madzhab, Ishaq bin Rahuyah, Abu Ubaid dan Abu Tsaur.[16]

Perhitungannya dengan menggunakan bulan Hijriyah. Sebagai contoh, seorang wanita ditinggal mati suaminya pada lima hari sebelum bulan Dzulhijjah, maka ia hitung sisa Dzulhijah tersebut dan melihat hilal Muharram, Shafar, Rabi’ul awal dan Robi’u Al Tsani, bila telah genap empat bulan, maka ia gabungkan sisa hari dalam bulan Dzulhijah yang telah dilewati sebelumnya dengan menambahinya sampai genap sepuluh hari empat bulan. Setelah itu, ia boleh berhias sebagaimana wanita lainnya. 

HAL-HAL YANG DILARANG DALAM MASA BERKABUNG
Secara ringkas, wanita yang sedang menjalani masa berkabung, tidak boleh melakukan segala sesuatu yang diharamkan pada wanita yang sedang menunggu masa iddah seperti berhias atau hal-hal lain yang dapat menarik perhatian lelaki untuk menikahinya. 

Diharamkan pada wanita yang berkabung ini semua yang diharamkan pada orang yang menunggu masa iddah dari berhias atau yang lainnya yang dapat menarik untuk menikahinya. 

Maraji’
1. Fathul Bari, Ibnu Hajar, tanpa cetakan dan tahun, Al Maktabah Al Salafiyah, Mesir
2. Al Kalimaat Al Bayyinaat Fi Ahkam Hadaad Al Mukminat, Muhammad Al Hamuud Al Najdi,cetakan pertama tahun 1415 H, Dar Al Fath
3. Al Mughni, Ibnu Qudamah, tahqiq Abdul Muhsin bin Abdullah Al Turki dan Abdul Fattah bin Muhammad Al Halwu, cetakan kedua tahun 1413H, penerbit Hajar, Kairo
4. Zaad Al Ma’ad Fi Hadyu Khoirul Ibad, Ibnu Al Qayyim, Tahqiiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdul Qadir Al Arnauth, cetakan ketiga tahun 1421H Muassasah Al Risalah
5. Al Muhalla , Ibnu Hazm tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, tanpa cetakan dan tahun, Daar Al Turats, Mesir

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar, tanpa cetakan dan tahun, Al Maktabah As Salafiyah, Mesir, hlm. 3/146.
[2]. Lihat Al Kalimaat Al Bayyinaat Fi Ahkam Hadaad Al Mukminat, Muhammad Al Hamuud An Najdi, Cetakan Pertama, Tahun 1415 H, Dar Al Fath, hlm. 8.
[3]. HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Thalaq, bab Wujub Al Ihdaad, no. 3714. 
[4]. HR Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Al Janaaiz, bab Ihdaad Al Mar’ah ‘Ala Ghairi Zaujiha, no. 1280. Lihat Fathul Bari, Op.cit, hlm. 3/146.
[5]. HR Bukhari, Kitab Thalaq, Bab Tahiddu Al Mutawaffa ‘Anha Arba’ata Asyhur Wa ‘Asyra, no. 5.335. Lihat Fathul Bari, Op.cit, hlm. 9/484.
[6]. HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab Thalaq, bab Wujub Al Ihdaad no. 3714. 
[7]. Al Mughni, Ibnu Qudamah, tahqiq Abdul Muhsin bin Abdullah At Turki dan Abdul Fatah bin Muhammad Al Halwu, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Penerbit Hajar, Kairo, Mesir, hlm. 11/284.
[8]. Zaad Al Ma’ad Fi Hadyu Khairul Ibad, Ibnu Al Qayyim, tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdul Qadir Al Arnauth, Cetakan Ketiga, Tahun 1421H Muassasah Ar Risalah, hlm. 5/618.
[9]. Fathul Bari, Op.cit., 3/146.
[10]. Al Muhalla, Ibnu Hazm, tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, tanpa cetakan dan tahun, Daar Al Turats, Mesir, hlm. 10/280.
[11]. Zaad Al Ma’ad, Op.cit., 5/618.
[12]. Diringkas secara bebas dari Al Kalimaat Al Bayyinaat Fi Ahkam Hadaad Al Mukminat, Muhamad Al Hamuud An Najdi, Op.cit. hlm. 11-13.
[13]. HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab Thalaq, bab Inqidha Al Mutawaaffa ‘Anha Zaujuha, no. 3707.
[14]. Zaad Al Ma’ad, Op.cit, hlm. 5/619.
[15]. Fathul Bari, Op.cit., hlm. 9/474.
[16]. Lihat Al

Sabtu, 24 Oktober 2015

http://drtakiri.blogspot.my/

http://drtakiri.blogspot.my/

Hakikatnya, jangan dilupakan isu pokok iaitu GST adalah cukai tidak patuh syariah kerana dikenakan berdasarkan perbelanjaan dan dikenakan kepada semua barang melainkan yang dikecualikan serta dikenakan kepada seluruh rakyat tanpa mengira kaya dan miskin. Bagi saya cukai tidak patuh syariah yang didambakan oleh kerajaan menjadi sebab untuk Allah menarik nikmat pendapatan yang halal menerusi minyak. Pelaksanaan polisi ekonomi tidak patuh syariah membawa kepada kemusnahan ekonomi kerana adalah mustahil Allah memberkati sesuatu yang ditegah olehNya.

Khamis, 22 Oktober 2015

Solat Hajat

hadis Rasulullah bermaksud: 
“sesiapa yang mempunyai sebarang hajat, hendaklah bersolat dua rakaat dan berdoa kepada Allah semoga Allah memperkenankan hajatnya itu.”

Ahad, 21 Jun 2015

sahur

Maksud 50 Ayat


Pertanyaan : Apa maksud jarak pembacaan 50 ayat terkait permasalahan selesainya sahur ?. Apakah ia jarak antara selesai makan sahur dengan adzan ataukah bagaimana ?. Dapatkan ia dijadikan dalil sebagai pensyari’atan waktu imsak ?.
Jawab : Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasuulillah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah, wa ba’d:
Hadits yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka aku (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : “Kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Bacaan 50 ayat tersebut adalah bacaan yang pertengahan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Dalam riwayat lain:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
Dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsaabit pernah makan sahur. Ketika mereka berdua selesai dari makan sahurnya, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk melakukan shalat Shubuh, lalu kemudian shalat. Kami (perawi) berkata kepada Anas : “Berapa jarak antara selesainya mereka berdua makan sahur dengan masuknya mereka berdua ke dalam shalat?” Anasradliyallaahu ‘anhu menjawab : “Kira-kira waktu seseorang membaca Al-Qur`an sebanyak lima puluh ayat” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 576 & 1134].
Dalam riwayat lain:
عَنْ أَنَسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجْنَا إِلَى الْمَسْجِدِ، فَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: " قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً "
Dari Anas, dari Zaid bin Tsaabit, ia berkata : “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kami keluar menuju masjid, kemudian dikumandangkanlah iqamat. Aku (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antarakeduanya?”. Ia (Zaid) menjawab : “Kira-kira waktu seseorang membaca Al-Qur`an sebanyak lima puluh ayat” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/182; shahih].
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan bacaan 50 ayat adalah waktu antara selesai makan sahur dengan dikumandangkannya iqamat, bukandikumandangkannya adzan. Dalam hal ini, iqamat disebut juga dengan adzan, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثَلَاثًا لِمَنْ شَاءَ
Diantara dua adzan[1] ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624].
Adapun waktu antara adzan dan iqamat sendiri secara umum adalah seukuran waktu mengumpulkan orang-orang datang untuk shalat berjama’ah[2] dan kemudian melakukan ibadah-ibadah sunnah ringan sebelum shalat wajib[3] seperti shalat sunnah (shalat tahiyyatul-masjid[4] dan/atau shalat sunnah rawatib) dan berdoa[5].
Oleh karena itu, dapat dipahami waktu selesai makan sahur dengan waktu adzan Shubuh adalah berturutan. Tidak ada jeda imsak untuk berhenti makan minum 10-20 menit sebelum adzan Shubuh dikumandangkan seperti kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Mereka katakan, setelah tiba waktu imsak, makruh hukumnya makan dan minum. Perkataan ini jelas tidak benar, karena waktu 10 menit sebelum fajar masih termasuk waktu-waktu utama untuk mengakhirkan makan sahur.
Dalam riwayat Anas di atas dapat diketahui bahwa ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan makan sahur dan beranjak pergi ke masjid, maka tidak lama kemudian shalat pun ditegakkan (dikumandangkan iqamah). Begitu juga kebiasaan sebagian salaf yang mengakhirkan makan sahur. Bahkan kadang ketika telah selesai makan sahur dan tiba di masjid, adzan atau iqamat telah dikumandangkan.
عَنْ أَبِيْ الطُّفَيْلِ أَنَّهُ تَسَحَّرَ فِي أَهْلِهِ فِي الْجَبَّانَةِ، ثُمَّ جَاءَ إلَى حُذَيْفَةَ وَهُوَ فِي دَارِ الْحَارِثِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، فَوَجَدَهُ: فَحَلَبَ لَهُ نَاقَةً فَنَاوَلَهُ، فقَالَ: إنِّي أُرِيدُ الصَّوْمَ، فقَالَ: وَأَنَا أُرِيدُ الصَّوْمَ فَشَرِبَ حُذَيْفَةُ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَدَفَعَ إلَى الْمَسْجِدِ حِينَ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ
Dari Abuth-Thufail : Bahwasannya ia pernah sahur bersama keluarganya di Al-Jabbaanah. Kemudian ia mendatangi Hudzaifah yang waktu itu berada di rumah Al-Haarits bin Rabii’ah. Ia pun mendapatinya, lalu diperaskan untuknya susu onta betina, dan diberikan kepadanya. Abuth-Thufail berkata : “Sesungguhnya aku berniat akan berpuasa”. Hudzaifah berkata : “Aku pun berniat akan berpuasa”. Kemudian Hudzaifah meminumnya dan ia (Abuth-Thufail) mengambilnya dengan tangannya (ikut minum). Lalu mereka pun berjalan menuju masjid ketika shalat telah ditegakkan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9028; sanadnya hasan].
عَنْ عَامِرِ بْنِ مَطَرٍ، قَالَ: أَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ فِي دَارِهِ فَأَخْرَجَ لَنَا فَضْلَ سُحُورِهِ فَتَسَحَّرْنَا مَعَهُ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَخَرَجْنَا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ
Dari ‘Aamir bin Mathar, ia berkata : “Aku mendatangi ‘Abdullah (bin Mas’uud) di rumahnya, lalu ia menyuguhi kami kelebihan makan sahurnya, lalu kami pun sahur bersamanya. Setelah itu shalat diiqamati, maka kami pun keluar dan shalat bersamanya” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9024; sanadnya hasan].
Ini menunjukkan salaf tidak mengenal waktu ‘imsak’ ala Indonesia.
Kesimpulannya, maksud kadar waktu pembacaan 50 ayat adalah kadar antara selesainya makan sahur dengan iqamat; dan tidak ada dalil dalam hadits ini pensyari’atan waktu imsak seperti dipraktekkan masyarakat umum.
Wallaahu a’lam, semoga dapat menjawab apa yang ditanyakan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 2 Ramadlan 1436/18062015 – 23:33].

Rabu, 3 Jun 2015

kawan

Mempunyai sahabat yang “sekepala” sememangnya menyeronokkan. Apatah lagi kawan yang banyak persamaan dengan kita dalam pelbagai perkara. Namun, sebenarnya bukan kawan yang “sekepala” saja yang kita perlukan dalam hidup.

Menurut pakar psikologi dan perunding perhubungan bebas, Cherie Burbach dari Amerika Syarikat, ada lima jenis kawan dengan ciri tersendiri yang kita perlukan dalam kehidupan. 

Lima jenis kawan ini dapat membuatkan kita berasa positif tentang kehidupan dan membantu kita menjadi seorang individu yang lebih baik.



Malah mereka juga boleh membuatkan kehidupan menjadi lebih menarik, pemikiran menjadi luas juga membantu kita memahami dan mengharungi waktu sukar. Senang kata dunia menjadi lebih relevan dan indah bila berkawan dengan mereka.

Si Penghubung
Kawan yang aktif bersosial sesama rakan, sering bertanya khabar dan tidak ego untuk berhubung sangat diperlukan supaya kita tidak selalu rasa bersendirian. Mereka ini bagaikan bunga api dalam persahabatan yang menceriakan suasana. Si penghubung juga sering memperkenalkan kawan mereka kepada kita dan rangkaian kenalan kita pun menjadi semakin meluas dan ia bagus untuk hubungan kita sesama rakan dan mungkin juga baik untuk kemajuan karier.

Namun, jangan selalu mengharapkan mereka saja, kita juga perlu usaha bersama dalam mengukuhkan jalinan silaturahim itu.

Berpandangan berbeza
Pasti bosan jika kita mempunyai kawan yang pemikiran dan pandangannya sama saja seperti kita. Seorang rakan yang mempunyai pandangan berbeza dalam kehidupan membolehkan kita melihat sisi lain dalam sesuatu perkara itu. Mereka membuka mata dan minda kita mengenai banyak perkara atau isu yang kita tidak pernah terfikir sebelum ini. 

Mereka juga meluaskan perspektif kehidupan kita dan memberi kita anjakan untuk berfikir dengan lebih mendalam lagi dalam banyak hal. Bersetuju atau tidak itu tidak penting, apa yang penting adalah kita menerima mereka seadanya dan belajar sesuatu yang lain sesama sendiri.

Kawan dekat
Di zaman teknologi hebat ini memang kita masih boleh berhubung dengan rakan walaupun dia ratusan batu jauhnya. Namun sebagai manusia biasa terutama yang masih bujang, kita masih memerlukan kawan yang kita boleh berjumpa dan berinteraksi secara peribadi.

Bila dalam kesenangan kita tidak lupakan mereka dan bila mengalami kesusahan boleh kita meminta bantuan mereka untuk ada di sisi kita. Jika dijaga persahabatan ini pasti berkekalan lama.

Si sempoi
Seorang kawan yang “sempoi” memahami apabila kita berlawak bodoh dengan mereka begitu juga sebaliknya. Mereka tidak cepat kecil hati dan kita juga tidak mudah terasa dengannya. Mereka boleh dibawa bergurau dan sering membuat kita ketawa. 

Merekalah yang kita berhubung jika kita tertekan dan ingin melupakan seketika masalah yang membelenggu diri untuk kita terus ceria.

Positif dan matang
Ada bezanya kawan positif dengan berpura-pura. Kawan yang semula jadi positif dan matang mempunyai pandangan yang seimbang tentang baik dan buruk. Mereka realistik dan memberi nasihat yang tidak hanya untuk menyedapkan hati dan rasa kita namun dia bercakap benar tanpa mengguris perasaan kita.

Kawan begini sabar mendengar masalah dan keraguan kita dan sering menyuruh kita berfikir positif malah memberikan semangat berterusan untuk kita. Cubalah mencontohi mereka tentunya kita juga lebih positif dan matang dalam kehidupan.
mymetro

Selasa, 28 April 2015

Ujian Daripada Allah

Posted: 23 Apr 2015 01:30 AM PDT
Setiap manusia yang Allah cipta sentiasa akan diberi musibah, ujian atau masalah hidup didunia yang sementara ini. Tipu jika seseorang itu berkata yang dia tidak pernah ditimpa musibah.
Setiap orang ada masalahnya tersendiri, Allah uji dengan berbagai-bagai ujian tetapi sebabnya adalah sama.
Ujian
Ujian
Allah menguji seseorang itu kerana Allah SWT mempunyai rahsianya tersendiri, sama ada Allah hendak tambah iman kita atau hendak uji sejauh mana keimanan kita.

Dan kerana sesuatu ujian itulah yang membuka mata hati kita, yang mendidik kita supaya jangan mudah putus asa dalam kehidupan yang bagaikan bahtera dilautan yang penuh dengan onak duri, ujian juga dapat mematangkan kita.

Kadang-kadang kita tertanya-tanya, mempersoalkan kepada Allah SWT kenapa kita diberi ujian yang berat sebegitu sekali?

Sehingga kita terlupa pada siapa yang perlu kita mengadu segala masalah kita, pada siapa kita harus minta kembali kekuatan kita.


Ujian

Astagfirullah, lemahnya dan rendahnya iman kita. Tidak redha dalam menghadapi ujian yang Allah beri terhadap kita. 

Jika kita anggap diri kita ditimpa musibah yang besar kita hendaklah ingat bukan kita sahaja yang mengalaminya, mungkin ada sahabat-sahabat kita atau saudara seakidah kita yang lain menghadapi musibah yang sama bahkan lebih teruk atau lebih besar dari kita.

Bukankah Allah telah berkata dengan jelas di dalam Al-Quran yang Allah tidak akan sekali-kali menguji hambaNya diluar kemampuan hambaNya. 

Allah tahu kita kuat dalam menghadapi ujianNya jadi Allah berikan ujian itu ke atas diri kita. 

Di sini kita dapat lihat betapa sayang dan kasihnya Allah kepada kita sebagai hambaNya.

Allah menguji seseorang bukan kerana Allah benci kepada kita tetapi percayalah yang Allah sangat kasih kepada kita. 

Cuma kita sebagai hambaNya tidak pernah hendak bersabar dalam menghadapi ujianNya.
Pasti Allah telah aturkan yang terbaik buat kita kerana setiap yang berlaku ada hikmahnya.
Alihkan pandangan mata ke arah LAUT, airnya cantik membiru dan penuh dengan ketenangan. Tetapi hanya Allah sahaja yang mengetahui rahsia di dalamnya. Begitu juga dengan kehidupan manusia, riang dan ketawa tetapi hanya Allah yang mengetahui rahsia kehidupan.
Jika rasa kecewa, alihkan pandangan ke arah SUNGAI, airnya tetap mengalir biarpun berjuta batu yang menghalangnya. Dan jika rasa sedih, alihkan pandangan ke arah LANGIT, sedarlah dan sentiasa ingatlah bahawa Allah sentiasa bersamamu.
Jadi seharusnya apa yang perlu kita lakukan?
berdoalah kepada Allah, Allah lah tempat kembali segala masalah yang sering membelenggu diri kita. Jangan malu untuk merayu-rayu, meminta-minta, memohon-mohon kepada Allah swt. 

Selalu diingatkan yang Allah tidak pernah jemu mendengar rintihan hambaNya, Allah itu Maha Mendengar.
Dekatkanlah diri kita dengan pencipta kita yang menguasai seluruh alam, yang memegang hati-hati kita.
Disamping berdoa perlulah kita berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi. 

Mungkin ada yang rasa diri mereka tidak kuat hendak hadapinya tetapi cubalah bangun! 

Usah tewas dengan hasutan syaitan, cari kembali kekuatan kita kerana kekuatan itu ada dalam diri kita masing-masing. 

Yakin dengan diri, kuatkan azam dan cita-cita. 

Usah tonjolkan kelemahan kita pada syaitan kerana syaitan tidak pernah berhenti menghasut agar kita lemah-selemahnya.
Kita perlu tahu selepas ujian itu selesai, satu lagi ujian akan datang, maka bersedialah dalam menghadapi ujian yang seterusnya.
Untung bagi mereka yang selalu diberi ujian tanda Allah swt sayang padanya.
Semoga kita sentiasa menjadi hambaNya yang sentiasa redha atas ujian dan ketentuan Allah swt. Apa yang ditetapkan untuk kita itulah yang terbaik!
akuislam 
Posted: 23 Apr 2015 12:30 AM PDT

BERMINYAK
Kulit muka adalah bahagian yang paling sensitif yang ada pada tubuh badan kita. Kalau tak kena dengan gaya, kulit muka akan menjadi tidak sihat, berminyak dan berjerawat. Oleh itu, kita hendaklah jaga kulit muka kita dengan rapa dan teratur. Apapun, kita hendaklah ketahui punca-punca kenapa benda itu semua terjadi pada kulit muka kita.
Untuk kali ini, EM ingin kongsikan punca kulit muka berminyak berlebihan. Kadar minyak itu perlu untuk memberi kelembapan pada kulit, tapi kalau berlebihan, ianya sudah tidak normal dan mengundang jerawat untuk tumbuh pada muka. Sebelum kita merawat, mari kita ketahu puncanya terlebih dahulu.
PUNCA KULIT MUKA BERMINYAK BERLEBIHAN
1) Bersihkan Muka Terlalu Kerap
- Cuci muka yang terlalu kerap boleh membuatkan kulit muka berminyak berlebihan. Seeloknya, hanya perlu cuci muka kita 2-3 sehari.
2) Jarang Shampoo Rambut
- Sekiranya kita tidak shampoo rambut dalam masa beberapa lama, kulit kepala akan jadi berminyak dan akan menghasilkan sebum. Oleh itu, hasil pengeluaran dari sebum itulah yang akan membuatkan muka kita lebih berminyak.
3) Makan Makanan Berminyak
- Kurangkan minyak dalam masakan atau kurang makan makanan yang berminyak. Kebanyakkan punca masalah kulit muka ini adalah daripada cara pemakanan kita. Oleh itu, amalkan makanan yang sihat untuk harian kita.
4) Hormon
- Kadang-kadang kulit berminyak ni berpunca daripada hormon yang tidak sekata. Tambahan pula bagi remaja yang semakin meningkat umur, memang akan sering berlaku hormon tidak seimbang.
5) Faktor Cuaca
- Cuaca jugak mempengaruhi faktor kulit kita berminyak. Terutama cuaca panas , tambahan dengan peluh yang ada, lagilah muka kita nampak berminyak.
Posted: 22 Apr 2015 11:30 PM PDT
across the split ocean wallpaper
1 - Doa Nabi Adam a.s dan Hawa setelah menyesal dan bertaubat dari kesilapan memakan buah dari pohon yang telah dilarang oleh Allah S.w.t.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, nescaya pastilah kami termasuk orang-orang yang rugi." [Surah Al-A'raf : 23]


2 - Doa untuk menerang hati dan melancarkan percakapan ketika Nabi Musa a.s dan Nabi Harun a.s diperintahkan oleh Allah S.w.t untuk berdakwah kepada Firaun.

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي . وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي . وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي . يَفْقَهُوا قَوْلِي  
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي  . وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي . وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي . يَفْقَهُوا قَوْلِي
"Berkata (Musa): "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Mudahkanlah untukku urusanku. Lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku." [Surah Thaaha : 25 - 28]
3 - Doa yang dibaca oleh pemuda-pemuda Ashaabul Kahfi.
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
Di dalam al-Qur'an ada menyebutkannya;
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." [Surah al-Kahfi : 10]
4 - Doa Nabi Yunus a.s ketika berada di dalam kegelapan perut ikan paus.
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Di dalam al-Qur'an ada menyebutkannya;
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahawa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka dia menyeru dalam tempat yang sangat gelap; "Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim." [Surah al-Anbiya' : 87]
5 - Doa Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s selepas selesai meninggikan Ka'bah.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"." [Surah al-Baqarah : 127]

6 - Doa Nabi Zakaria a.s memohon zuriat;

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
"Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata; "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa"." [Surah aali-Imran : 38]
Ketika Nabi Zakaria a.s melihat bahawa Allah S.w.t telah memberikan Maryam rezeki berupa buah-buahan musim dingin pada musim panas, dan buah-buahan musim panas pada musim dingin, maka ketika itulah dia menginginkan untuk mempunyai seorang anak, sekalipun usianya telah lanjut dan tulang-tulang tubuhnya telah rapuh, uban telah mewarni semua rambut di kepalanya, isterinya pun sudah berusia lanjut lagi mandul.  



7 - Doa memohon isteri dan zuriat yang baik;

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa"." [Surah al-Furqan : 74]

8 - Doa Nabi Syu'aib setelah kaumnya tidak mahu mendengar dakwahnya, malah mengancam Nabi Syu'aib pula supaya mengikuti mereka.

رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ
Di dalam al-Qur'an menyebut;

قدِ افْتَرَيْنَا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِي مِلَّتِكُمْ بَعْدَ إِذْ نَجَّانَا اللَّهُ مِنْهَا وَمَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَعُودَ فِيهَا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّنَا وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ
"Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang besar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami daripadanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki (nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. "Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya"." [Surah al-A'raaf : 89]


9 - Doa Nabi Muhammad S.a.w ketika diperintahkan berhijrah ke Madinah dari Makkah.

رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Di dalam al-Qur'an menyebut;

وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
"Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong"." [Surah al-Isra' : 80]
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus ibnu Abu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahawa ketika Nabi S.a.w berada di Mekah, lalu diperintahkan untuk berhijrah, maka Allah menurunkan firman-Nya (al-Isra' : 80).
Imam at-Tirmidzi menilai bahawa hadits ini Hasan Shahih. Al-Hasan al-Basri di dalam tafsir ayat ini mengatakan bahawa sesungguhnya orang-orang kafir Mekah ketika mereka sepakat di antara sesamanya untuk membunuh Nabi S.a.w, atau mengusirnya atau mengikatnya, dan Allah berkehendak untuk memerangi ahli Mekah, maka Dia memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berhijrah ke Madinah. [Imam Ibnu Katsir - Tafsir Ibnu Katsir, Surah al-Isra', ayat 80]
10 - Doa Nabi Musa a.s setelah sampai di Madyan dan tersangat kelaparan.
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Di dalam al-Qur'an menyebutkan;
فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
"Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa; "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku"." [Surah al-Qashash : 24]
Musa pergi meninggalkan Mesir dengan beralas kaki. Ketika tiba di Madyan, kedua alas kakinya itu sudah tidak keharuan. Dia duduk di bawah naungan pohon, sedang kulit perutnya nyaris menyatu dengan punggung kerana tersangat laparnya. [Imam Ibnu Katsir - Tafsir Ibnu Katsir, Surah al-Qashash, ayat 24]
Selepas itu Nabi Musa a.s berdoa dengan doa di atas. Dia kemudian diajak oleh wanita yang dibantunya sebelum itu ke rumahnya untuk makan. Dan wanita itu kemudian harinya menjadi isteri beliau.
11 - Doa Nabi Ayyub a.s ketika diberi satu demi satu ujian yang sangat dasyat termasuk penyakit yang sangat berat.
أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Di dalam al-Qur'an menyebut;
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia menyeru Tuhannya; "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang"." [Surah al-Anbiyaa' : 83]

12 - Antara doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah S.a.w;

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Di dalam al-Qur'an menyebutkannya;

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Dan di antara mereka ada orang yang mendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"." [Surah al-Baqarah : 201]
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz  ibnu Suhaib yang menceritakan bahawa Qatadah pernah bertanya kepada Anas suatu doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi S.a.w. Maka Anas r.a menjawab bahawa Nabi S.a.w acapkali membaca doa berikut;
اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Anas r.a apabila hendak mengucapkan suatu doa, dia pasti membaca doa ini,  atau bila dia hendak mengucapkan suatu doa, maka dia mengikutkan doa ini di dalamnya. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim. [Imam Ibnu Katsir - Tafsir Ibnu Katsir, Surah al-Baqarah, ayat 201]
Dan banyak lagi doa-doa dalam al-Quran. Di sini hanya dikemukakan beberapa contoh doa yang masyhur dalam masyarakat kita sahaja. Semoga kita juga dapat memanfaatkan doa-doa dari Al-Qur'an ini. Wallahu a'lam .......
unikversiti.blogspot